Thursday, September 21, 2006

#210 - "It's Better to Get Alienated than Surrender to Hypocrisy"

ENGLISH

Well, finally yesterday night I got the opportunity to watch "GIE", an Indonesia-made film which told us about the life of Soe Hok Gie, an Indonesian-born Chinese who was born 64 years ago. He was an activist who posessed high idealism and cares to the condition of Indonesia's politic life at the 60s (the Soekarno-era (Old Sociopolitical Order) and early Soeharto-era (New Sociopolitical Order)). Well, I, myself, am not a fan of politic, so I won't write anything about that here. I just wanna write my comment about that movie. I think GIE is a good movie, but there is one problem IMO, the plot was so fast and skippy, as a result probably it's hard for some of us to really get the story and in the end, get confused. It's similar with DaVinci Code (Movie). If people haven't read the novel yet, most of them will get confused I guess, in GIE's case, if people haven't read his diary (actually the copy of his diary, which has been published since about 20 years ago), most of them would get confused. I have ever read his diary (my father owns it), but not the whole of it. So, I also got confused at some parts of the film.

Plus, GIE is a "heavy" film, where the purpose is not for fun. So, I recommend you to watch this movie when you are ready to think and concentrate on this film, when your aim of watching movie is just for fun, NEVER think to watch this movie, or you will fall asleep.... :) Well, one of my favorite quote from GIE is: "Lebih baik diasingkan daripada menyerah kepada kemunafikan" (It's better to get alienated than surrender to hypocrisy). One thing that I have learnt from this movie: "everybody owns their own idealism, and there's nothing wrong with that. But the problem is: we can never be able to make our idealism come true 100% since there's nothing ideal in this world. All we can do is to hold on our idealism as our principal and try to behave our best based on that principal and get along with our society's norms."

::: Soe Hok Gie (at Mt. Pangrango)

::: Nicholas Saputra as Soe Hok Gie

BAHASA INDONESIA

Akhirnya kemarin malam aku mendapatkan kesempatan untuk nonton "GIE", sebuah film buatan Indonesia yang menceritakan tentang kehidupan Soe Hok Gie, seorang pria keturunan Cina yang dilahirkan 64 tahun yang lalu. Dia adalah aktivis yang memiliki idealisme yang tinggi dan perhatian kepada kondisi kehidupan politik Indonesia pada tahun 60an (Masa Soekarno (Orde Lama) dan awal Masa Soeharto (Orde Baru)). Ngomong-ngomong, aku, pribadi, bukanlah seorang yang suka sama politik, jadi aku nggak akan menulis apapun tentang itu disini. Aku cuma mau menulis komenku tentang film itu. Aku rasa GIE adalah film yang bagus, tapi ada satu masalah deh menurutku, alurnya sangat cepat dan melompat-lompat, jadi sebagai hasilnya mungkin sulit untuk beberapa dari kita untuk bener-bener menangkap ceritanya dan pada akhirnya, bingung deh. Mirip loh sama DaVinci Code (filmnya). kalo orang belum membaca novelnya, kebanyakan dari mereka aku tebak akan bingung, dalam kasus GIE, kalo orang belum membaca diary-nya (sebenernya kopian dari diary-nya sih, yang sudah diterbitkan sejak sekitar 20 tahun yang lalu), kebanyakan dari mereka akan menjadi bingung. Aku pernah sih baca diary-nya (papaku kan punya), tapi enggak keseluruhan diary-nya, makanya aku juga bingung pada beberapa bagian film itu.

Plus, GIE adalah film yang "berat", dimana tujuannya kan bukan untuk senang-senang / hiburan. Jadi, aku merekomendasukan untuk nonton film ini ketika sedang siap untuk berpikir dan konsentrasi pada film ini, ketika tujuan untuk nonton film adalah untuk senang-senang / hiburan, JANGAN PERNAH berpikir untuk nonton film ini, atau malah akan ngantuk... :) Hmm, salah satu kutipan favoritku dari GIE adalah: "Lebih baik diasingkan daripada menyerah kepada kemunafikan" Satu hal yang aku pelajari dari film ini: "setiap orang memiliki idealismenya masing-masing, dan nggak salah sih dengan itu semua. Masalahnya: kita nggak akan pernah membuat idealsime kita terwujud 100% karena nggak ada yang ideal di dunia ini. Apa yang bisa kita lakukan adalah berpegang pada idealsime kita sebagai prinsip kita, dan mencoba untuk bersikap yang terbaik sesuai dengan idealsisme kita itu, sesuai dengan norma masyarakat"

No comments:

Post a Comment